Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada
abad 15 di pantai Laut Jawa ada sebuah desa
nelayan kecil bernama Muara
Jati.
Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan
penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang
ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh(Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan
tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan
mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru
diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.
Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran
Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk
sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah
yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak
mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan
bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata
Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai
pemenang.
Dengan demikian berdirilah kerajaan
baru di Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya
kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan
Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.[7]
Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda,
tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi Gemeente Cheribon dengan
luas 1.100 ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926
No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha dan
tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan
luas 3.300 ha, setelah ditetapkan menjadi Kotamadyatahun 1965 luas
wilayahnya menjadi 3.600 ha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar