Obyek Wisata Di Cirebon

KERATON KASEPUHAN

Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Dan sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian diperluas dan diperbaharui oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1483 M. Kini, Keraton Kasepuhan sangat potensial sebagai objek wisata, baik sebagai wisata sejarah maupun wisata budaya, sebagai situs sejarah dan situs budaya dengan nilai estetika religius yang tinggi. Lokasi Keraton Kasepuhan terletak di Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon.
Gapura 


Macan Ali


Kereta Singa Barong
Bangunan Siti Inggil


















Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusakadan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitukereta Singa Barong. Kereta ini saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Didalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja.



KERATON KACIREBONAN

Keraton Kecirebonan dibangun pada tahun 1800, Keraton ini banyak menyimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti Keris Wayang perlengkapan Perang, Gamelan dan lain-lain.Kraton Kacirebonan berada di wilayah kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan, tepatnya 1 Km sebelah barat daya dari Keraton kasepuhan dan + 500 m sebelah selatan Kraton Kanoman. Keraton Kacirbonan sebenarnya merupakan sempalan atau pemekaran dari Kraton Kanoman. Pemekaran tersebut terjadi setelah Sultan anom IV yakni PR Muhammad Khaerudin wafat, Putra Mahkota yang seharusnya menggantikan tahta diasingkan oleh Belanda ke Ambon karena dianggap sebagai pembangkang dan membrontak belanda. Ketika kembali dari
pengasingan tahta sudah diduduki oleh PR. Abu sholeh Imamuddin. Atas dasar kesepakatan keluarga, akhirnya PR Anom Madenda membangun Istana Kacirebonan, kemudian muncullah sultan Carbon I sebagai Sultan Kacirebonan pertama.






KERATON KANOMAN

Dari Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman ini hanya berjarak 600 meter ke arah utara. Akses jalannya harus melalui pasar tradisional yang mengasyikan untuk berbelanja oleh-oleh Cirebonan, sehingga wisatawan yang senang membeli oleh-oleh tidak perlu jauh-jauh mencari toko oleh-oleh, karena segalanya telah tersedia di dalam pasar tersebut.Keraton Kanoman adalah hasil dari pemekaran Keraton Pakungwati setelah Panembahan Ratu II alias Pangeran Mas Karim wafat pada tahun 1677 masehi, atas kesepakatan dan kemufakatan melalui kebijakan Sultan Banten, Pangeran Ageng Tirtayasa, maka Keraton Kasepuhan bagi PR Samsudin Martawijaya sebagai Sultan Sepuh I, dan Kraton Kanoman dengan PR Muhammad Badridin Kartawijaya sebagai Sultan Anom I. Pelantikan keduanya terjadi pada tahun 1678.












Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektar ini berlokasi di belakang pasar Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari dua puluh tujuh bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.
Di keraton ini masih terdapat barang barang Sunan Gunung Jati, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.


TAMAN KERA KALIJAGA

Tempat ini pada zaman dahulunya adalah sebuah hutan pada saat penyebaran agama Islam dilaksanakan di Cirebon, salah satu tempat yang dipakai oleh Sunan Kalijaga melakukan khotbahnya. Situs ini terletak di wilayah Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti. Dari terminal bus Harjamukti jaraknya hanya berkisar 500 meter kearah selatan. Situs ini disebut juga atau dikenal sebagai taman kera Kalijaga, karena di situs ini terdapat banyak sekali kera yang telah beradaptasi dengan para pengunjung.











Kawasan komplek Petilasan Sunan Kalijaga luasnya ± 20.000 m2. Kawasan ini dilalui dua aliran sungai, yang masing-masing mempunyai dua sampai tiga nama yang berbeda. Sungai dimaksud adalah Kali Simandung dan Kali Mesjid, yang alirannya kemudian bertemu di Kali Cawang. Kali ini oleh masyarakat setempat digunakan untuk mandi dam cuci pakaian, dahulu kali ini juga dapat digunakan untu wudlu. Pada kawasan itu terdapat bangunan patilasan, sumur kuno, mesjid keramat, makam dan selebihnya berupa semacam hutan lindung yang dihuni kera.
Bangunan Petilasan Kalijaga oleh penduduk setempat disebut Pesarean (dari kata Jawa yang berarti tempat beristirahat). Bangunan ini berdenah bentuk huruf L terdiri tiga ruangan. Ruangan pertama merupakan tempat bagi para penziarah untuk memanjatkan doa, yang dapat dimasuki melalui pintu pertama yang disebut  Pintu Bacem. Ruang kedua merupakan tempat beberapa makam kuno, dan ruangan ketiga merupakan bekas tempat tidur Sunan Kalijaga yang ditutup dengan kelambu. 



MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada tahun 1498 M oleh Wali Sanga atas prakarsa Sunan Gunung Jati. Pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat (dari Majapahit) bersama dengan 500 orang pembantunya (tukang) yang berasal dari Majapahit, Demak dan Cirebon. Mesjid ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari rasa dan kepercayaan. Penduduk Cirebon pada masa itu menamai mesjid ini Mesjid Pakungwati karena dulu terletak dalam komplek Keraton Pakungwati. Sekarang mesjid ini terletak di depan komplek Keraton Kasepuhan. Menurut cerita rakyat, pembangunan mesjid ini hanya dalam tempo satu malam; pada waktu subuh keesokan harinya telah dipergunakan untuk shalat Subuh. Nama Masjid Sang Cipta Rasa sendiri mempunyai Makna Filosofi Sang berarti Agung, Cipta berarti Bangunan sedang Rasa berarti manfaat, sehingga arti kata Sang Cpta Rasa maksudnya berarti Bangunan yang memilki Manfaat yang Agung/besar yang dikaitkan dengan kegiatan syiar agama islam dan agama di tanah cirebon.










Keunikan Masjid ini yaitu dengan diadakannya adzan Pitu (tujuh Muadzin) pada setiap sholat jum’at. Masjid Agung Sang Ciptarasa (sebutan sehari-harinya masjid agung) ini merupakan salah satu bagian dari keraton Kasepuhan. Masjid ini terletak di sebelah barat Alun-Alun Sangkalabuwana (Alun-Alun depan Keraton Kasepuhan). Luas arealnya sekitar 4.750 meter persegi. Di dalamnya terdapat beberapa sakaguru yang berfungsi sebagai penopang struktur bagian atas. Yang lebih menarik lagi adalah saka tatal-nya, yaitu sebuah tihang penopang yang cukup kuat, walaupun hanya terbuat dari serpihan-serpihan kayu.


GUA SUNYARAGI


Gua Sunyaragi adalah sebuah gua yang berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan miripcandi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebgaai Tamansari Sunyaragi. Nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya adalah sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sanskerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.Koordinat: 












Gua Sunyaragi merupakan salah satu benda cagar budaya yang berada di Kota Cirebon dengan luas sekitar 15 hektar. Objek cagar budaya ini berada di sisi jalan by pass Brigjen Dharsono, Cirebon. Konstruksi dan komposisi bangunan situs ini merupakan sebuah taman air. Karena itu Gua Sunyaragi disebut taman air gua Sunyaragi. Pada zaman dahulu kompleks gua tersebut dikelilingi oleh danau yaitu Danau Jati. Lokasi dimana dulu terdapat Danau Jati saat ini sudah mengering dan dilalui jalan by pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas, Sunyaragi milik PLN, persawahan dan menjadi pemukiman penduduk. Selain itu di gua tersebut banyak terdapat air terjun buatan sebagai penghias, dan hiasan taman seperti Gajah, patung wanita Perawan Sunti, dan Patung Garuda. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan.

TELAGA REMIS


Talaga Remis merupakan sebuah danau alami yang berada didalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, tepatnya di daerah Kaduela, Kabupaten Kuningan. Nama Talaga Remis mempunyai arti tersendiri, nama talaga diambil dari kata telaga dalam bahasa Sunda, dan remis tersebut diambil dari binatang sejenis kerang bewarna kuning yang banyak hidup di sekitar telaga, dikenal dengan sebutan remis. Berbagai sebutan yang disematkan untuk Talaga Remis ini merupakan salah satu wujud kekaguman terhadap keindahan alamnya yang sudah terkenal hingga luar daerah.












Talaga Remis merupakan perpaduan antara pesona alam pergunungan hutan serta air talaga yang jernih, bening laksana kaca didukung udara pergunungan yang sejuk menantang untuk berwana wisata menguak misteri hutan. Fasilitas yang tersedia adalah perahu motor, sepeda air, saung, pos jaga, pondok kerja, papan petunjuk, instalasi air bersih, shelter, tempat sampah, bangku, MCK dan musholla. Ditempat ini dapat pula bersantai dan menikmati jajanan yang tersedia.


MUSEUM LINGGARJATI

Gedung Perundingan Linggajati terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, sekitar 14 kilometer dari Kota Kuningan atau 26 kilometer dari Kota Cirebon. Desa Linggajati berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Desa ini sebelah selatan berbatasan dengan Desa Linggamekar, sebelah utara berbatasan dengan Desa Linggarindah dan di sebelah barat berbatasan dengan Gunung Ciremai.
Gedung yang berada di Desa Linggajati ini pernah menjadi tempat perundingan pertama antara Republik Indonesia dengan Belandapada tanggal 11-13 November 1946. Dalam perundingan itu, Pemerintah RI diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan Pemerintah Kerajaan Belanda diwakili oleh Dr. Van Boer. Sementara yang menjadi pihak penengah adalah Lord Killearn, wakil Kerajaan Inggris. Perundingan tersebut menghasilkan naskah perjanjian Linggajati yang terdiri dari 17 pasal, yang selanjutnya ditandatangani di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1945.











Peristiwa perundingan yang berlangsung tiga hari itu ternyata merupakan satu mata rantai sejarah yang mampu mengangkat nama sebuah bangunan mungil di desa terpencil itu menjadi terkenal di seluruh Nusantara, bahkan di pelbagai penjuru dunia. Bangunan itu kemudian dipugar oleh pemerintah tahun 1976 dan dijadikan sebagai bangunan cagar budaya dan sekaligus objek wisata sejarah.


CIBULAN

Objek wisata Cibulan merupakan salah satu objek wisata tertua di Kuningan. Obyek wisata ini diresmikan pada 27 Agustus 1939 olehBupati Kuningan saat itu, yaitu R.A.A. Mohamand Achmad.
Sebagai catatan, selain di Cibulan, terdapat tiga tempat rekreasi sejenis di Kuningan, yaitu: Kolam Linggarjati di kompleks Taman Linggarjati Indah, Kecamatan CilimusKolam Cigugur, di Kecamatan Cigugur; dan Kolam Darma Loka di Kecamatan Darma.

Menurut cerita yang berkembang di kalangan Masyarakat Desa Maniskidul dan masyarakat Kuningan pada umumnya, ikan dewa yang ada di kolam Cibulan ini konon dahulunya adalah prajurit-prajurit yang membangkang atau tidak setia pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Singkat cerita, prajurit-prajurit pembangkang tersebut kemudian dikutuk oleh Prabu Siliwangi sehingga menjadi ikan. Konon ikan-ikan dewa ini dari dulu hingga sekarang jumlahnya tidak berkurang maupun bertambah. Apabila kolam dikuras, ikan-ikan ini akan hilang entah kemana, namun saat kolam diisi air, mereka akan kembali lagi dengan jumlah seperti semula. Terlepas dari benar atau tidaknya legenda itu sampai saat ini tidak ada yang berani mengambil ikan ini karena ada kepercayaan bahwa barang siapa yang berani mengganggu ikan-ikan tersebut akan mendapatkan kemalangan.










Wana wisata ini dapat dicapai dari Kota Kuningan dan dari Kota Cirebon. Terletak di Jalur Jalan Raya Kuningan-Cirebon, kondisi jalan umumnya beraspal dan baik, dapat dilalui kendaraan roda dua dan empat, dengan jarak rute perjalanan sebagai berikut :
·         Kuningan  Cibulan ± 10 Km.
·         Cirebon  Cibulan ± 20 Km.

WADUK DARMA

Waduk Darma adalah sebuah waduk yang terletak di sebelah barat daya dari kota Kuningan, tepatnya di desa Jagara- Kecamatan Darmadan pada lintasan jalan raya Cirebon-Kuningan-Ciamis. Menempati areal seluas ± 425 ha, dikelilingi oleh bukit dan lembah serta pemandangan yang indah dengan udara yang sejuk. Kapasitas genangan air maksimal ± 39.000.000 m3. Jarak obyek wisata ini adalah ± 12 km dari kota Kuningan dan dari ± 37 km dari kota Cirebon .









Waduk ini selain berfungsi sebagai penampungan air untuk pengairan dan perikanan juga dapat dijadikan sarana rekreasi dan olahraga. Apalagi diwaktu senja hari di Waduk Darma. Fasilitas yang tersedia : • Areal kemping • Kolam Renang Anak-anak • Perahu Motor • Cottage, dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar